cursor

Rabu, 13 November 2013

Patofisiologi penyakit telinga

(Macam Penyakit) 1. Otitis media 2. Penumpukan Serumen 3. Tuli 4. Furunkulosis/Otitis Eksterna 1. OTITIS MEDIA -Otitis media atau radang telinga adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga , tuba eustachius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dan rongga mulut), antrum mastoid dan sel-sel mastoid. -Hampir 70% anak-anak pernah mengalami radang telinga dan tidak sedikit yang mengalami gangguan pendengaran akibat penanganan yang terlambat atau kronis -Terdiri dari: Otitis Media Akut dan Otitis Media Supurativa Kronis >Patofisiologi: -Otitis media diawali dengan infeksi pada saluran nafas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. -Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. -Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. -Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. -Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah berkumpul di belakang gendang telinga. -Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. -Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). -Namun cairan yang lebih banyak menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). -Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. -Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya >Otitis Media Akut: -OMA adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah dalam waktu < 3 minggu. -Sehingga terdapat cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi . -Jika 3 minggu – 2 bulan: Otitis Media Subakut -Jika > 2 bulan: Otitis Media Supuratif Kronis >Etiologi: Disebabkan kuman patogen: bakteri piogenik (Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus, dll) maupun virus (virus influenza). >Patofisiologi: -Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanaan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. -Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba Eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. -Pencetusnya dalah infeksi saluran nafas atas  rhinitis, faringitis >Gejala Klinis: -Stadium OMA berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah: 1. Stadium oklusi tuba Eustachius Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah. 2. Stadium supurasi Membran timpani menonjol keluar ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. 3. Stadium perforasi -Terjadi ruptur membran timpani  nanah keluar mengalir dari telinga dalam ke luar. -Disebabkan pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi >Gejala Klinik: -Pada anak, keluhan utama  rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. -Biasanya terdapat riwayat batuk-pilek sebelumnya. -Pada bayi dan anak kecil, gejala khas  suhu tubuh yang tinggi (39,5oC), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang dan kadang—kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran timpani suhu tubuh akan turun dan anak tertidur. >Komplikasi: Mastoiditis, meningitis dan abses otak  jarang terjadi >Penatalaksanaan: -Pemberian antibiotika -Bila terjadi pengeluaran nanah dari telinga  pembersihan nanah >Otitis Media Supuratif Kronis: -OMSK adalah infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul lebih dari 2 bulan. -Sekret bisa encer, kental, bening atau nanah. -Biasanya disertai gangguan pendengaran. >Etiologi : -Terapi yang terlambat -Terapi tidak adekuat -Virulensi kuman tinggi -Daya tahan tubuh rendah -Kebersihan yang buruk -OMSK dibagi 2 jenis: tipe Benigna atau tipe mukosa dan tipe Maligna atau tipe tulang. -Pada OMSK benigna: *Peradangan terbatas pada mukosa saja tidak mengenai tulang. *Perforasi terletak di sentral. *Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya -OMSK tipe maligna: *Perforasi terletak marginal, subtotal *Sering menimbulkan komplikasi berbahaya atau fatal >Gejala Klinis: Pasien mengeluh: -Otore -Vertigo -Tinitus -Rasa penuh di telinga -Gangguan pendengaran >Komplikasi: Paralisis nervus fasialis, abses otak, meningitis dan hidrosefalus >Penatalaksanaan: Pengambilan serumen 3. TULI Ada 2 macam: A. Tuli konduktif -Tuli karena terganggunya transmisi suara ke telinga bagian tengah -Penyebab tersering karena otitis media serosa, suara terlalu keras -Ciri: informasi harus disampaikan dekat telinga dengan suara keras B. Tuli perseptif -Penyebab karena kehilangan pendengaran sensorineural melibatkan kerusakan struktur telinga bagian dalam atau saraf auditorius -Penyebab: defek kongenital pada struktur telinga bagian dalam, atau karena kelainan yang didapat seperti infeksi, obat-obatan -Ciri: Terjadi distorsi suara sehingga mempengaruhi pemahaman 4. PERIKONDRITIS Perikondritis atau kondritis adalah infeksi bakterial dari perikondrium atau tulang rawan (kondrium) >Etiologi: A. Perikondritis atau kondritis ini dapat disebabkan : – Inadekuat terapi selulitis daun telinga (pinna) dan otitis eksterna akut. – Accidental atau surgical (sesudah aspirasi atau insisi hematoma daun telinga) – Burns B. Karena Mikroorganisme penyebab pseudomonas aeruginosa >Patofisiologi: • Infeksi superfisial dari liang telinga luar atau dari daun telinga menyebar lebih kedalam ke perikondrium. • Pada stadium dini (early stages) pinna merah dan nyeri, berlanjut jadi terbentuk abses sub perikondrium. • Tulang rawan kekurangan blood supply, nekrose tulang rawan, deformity daun telinga cauliflower ear >Gejala dan tanda: A. Gejala • Daun telinga terasa sakit • Warna merah • Tegang B. Tanda • Pinna merah dan tender • Bengkak (generalized swelling of the pinna) • Timbul abses daun telinga >Penatalaksanaan: • Obat anti pseudomonas, amino glikosid (gentamisin) fluor kinolon (quinolon) seperti siprofloksasin. • Kultur + test sensitivitas • Abses insisi + pipa pengering (drain) 5. OTHEMATOMA / HEMATOMA DAUN TELINGA • Sering terjadi pada anak-anak • Penyebab paling sering Trauma • Lokasi : Permukaan luar daun telinga, karena letaknya terbuka >Patofisiologi Othematom : -Darah cepat terkumpul ( setelah trauma ) memisahkan perikondrium dgn kondrium. -Jika tidak segera ditangani, darah yg terkumpul akan menjadi jaringan ikat nekrosis kondrium karena ada gangguan nutrisi. -Massa yg berlekuk- lekuk ini (akibat trauma) “ Cauliflower ears” >Penatalaksanaan: • Pengeluaran segera darah yg terkumpul dengan teknik bedah aseptik  untuk menghindari timbulnya perikondritis • AB yg dpt mencakup P.aeruginosa & B.Pyocyneus ± 5 hari • Balut tekan yg ketat (gips) minimum 48 jam 6.OTITIS EKSTERNA -Otitis Eksterna atau furunkulosis adalah peradangan dari kulit liang telinga luar. -Furunkulosis dihubungkan dengan infeksi bakteri dari folikel rambut di liang telinga, (Stafilokokus aureus) -Rasa tidak enak bertambah dengan pergerakan rahang. -Beberapa furunkel mungkin bersatu membentuk Karbunkel (carbuncle) jika infeksi berlanjut tidak diterapi, akan timbul selulitis dan mungkin limfadenitis regional. >Penatalaksanaan: Tampon (pack/wick) kasa diolesi/direndam dalam krem steroid/antibiotik atau gliserin (tradisionil dengan ikhtamol/ichtamol) dimasukkan ke liang telinga akan mengurangi rasa sakit dan mengurangi bengkak

PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

(Macam-macam penyakit) 1. Rinitis 2. Polip hidung 3. Sinusitis 4. Faringitis 5. Laringitis 6. Epistaksis 1. Rhinitis -Rhinitis adalah inflamasi dari mukosa membran hidung. -Rhinitis adalah gangguan hidung dengan ciri 1 atau lebih gejala: bersin, gatal di hidung, hidung keluar ingus, dan hidung tersumbat. -Rhinitis dapat disebabkan oleh alergi, non-alergi, infeksi, hormonal, pekerjaan, dan faktor lain. -Terbanyak adalah Rhinitis Alergi. >RINITIS ALERGI: Rinitis alergi adalah radang selaput lendir hidung yang disebabkan proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh reaksi hipersensitifitas/alergi tipe I, dengan gejala hidung gatal, bersin-bersin, rinore encer dan hidung tersumbat yang reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan >Patogenesis: -Mukosa saluran nafas selalu terpapar oleh bermacam alergen yang terbawa oleh udara nafas. -Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. -Pada penderita yang mempunyai bakat alergi, alergen yang terbawa udara nafas akan menyebabkan sensitisasi mukosa respirasi. -Akibat sensitisasi ini, apabila terjadi paparan berikutnya akan menimbulkan gejala alergi. >Tahap Sensitisasi: Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. >Tahap Alergi: -Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf hidung sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. -Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. -Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. -Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. -Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. -Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. -Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. -Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. >Gejala Klinis: -Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang (> 5 kali). -Keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). -Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. -Hidung: mukosa hidung berwarna kebiruan,lubang hidung bengkak, disertai sekret mukoid atau cair. -Mata: edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata ( -Telinga: retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. -Faringeal: faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. -Laringeal: suara serak dan edema pita suara -Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. -Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur. >Diagnosis: -Anamnesis Dari gejala pasien -Pemeriksaan Fisik *Pada muka didapatkan bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. *Selain itu, dapat ditemukan juga garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan *Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. *Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. *Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media. -Pemeriksaan Penunjang a. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi. Pemeriksaan IgE total Pemeriksaan sitologi hidung  sebagai pemeriksaan pelengkap. b. In vivo Alergen inhalan: pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan. >Komplikasi: -Polip hidung -Sinusitis paranasal 2. POLIP HIDUNG -Massa lunak-putih atau kebiruan dalam rongga hidung, bertangkai dan tersusun seperti anggur -Umumnya multipel dan bilateral mengakibatkan sumbatan pada hidung -Sering dari sinus etmoid (multipel) -Terutama pada dewasa (pada anak jarang terjadi) >Etiologi: -Karena reaksi hipersensitifitas/alergi hidung yang kronis -Infeksi >Patofisiologi: -Mukosa bengkak (terutama meatus media) -Kemudian stroma terisi cairan interseluler  mukosa yang bengkak menjadi polipoid -Mukosa menjadi berat lalu turun ke rongga hidung membentuk tangkai terbentuk polip -Polip serous: cairan > jaringan ikat -Polip fibrous: jaringan ikat > cairan -Miskin pembuluh darah, saraf dan kelenjar -Bersifat residif alergi >Gejala Klinik: -Hidung tersumbat -Dapat terjadi hiposmia atau anosmia -Terdapat sekret: cair/mukous/purulen -Dapat menutup ostium sinus paranasalis sehingga dapat menyebabkan sinusitis  keluhan sakit kepala dan hidung meler -Bila penyebab alergi  keluhan: bersin dan iritasi hidung >Pemeriksaan Fisik: -Rinoskopi anterior *Massa polip, bertangkai, putih kebiruan pada meatus/konka media *Bergerak bebas pada tangkainya *Multipel dan bilateral *Pada yang kronis, punggung hidung melebar  frog nose (hidung kodok) -Rinoskopi posterior  polip + >Terapi: -Ekstraksi polip (polipektomi) dengan senar polip -Bila sudah terdapat sinusitis  drainase sinus -Sering kambuh  bila penyebab alergi, perlu terapi penyebab 3. SINUSITIS -Sinusitis adalah radang mukosa sinus para-nasal -Multi sinusitis : peradang beberapa sinus -Hemi sinusitis: peradangan satu sisi sinus -Pan sinusitis : peradangan semua sinus -Sinus para-nasal(Rongga dalam tulang kepala berisi udara) -Terdiri dari: • Sinus maksila • Sinus frontal • Sinus etmoid • Sinus sfenoid • Sinusitis rinogen (85%) • Sinusitis dentogen (15%) >Sinusitis akut: -Etiologi: Rinitis akut -Faringitis, adenoiditis & tonsilitis -Karies dentis -Berenang / menyelam -Trauma -Barotrauma >Faktor predisposisi: -Obstruksi mekanis: Septum deviasi, korpus alienum & tumor -Obstruksi ostium : Rinitis kronis & rinitis alergi -Perubahan mukosa dan silia: polusi, udara dingin dan kering >Patofisiologi: -Bila terinfeksi: sinus mengalami oedem  mukosa yang berhadapan akan saling bertemu  menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. -Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous. -Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. -Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. -Apabila keadaan ini terus berlanjut  menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. >Gejala klinik: -Demam, sakit kepala -Ingus kental (bau), dahak (post nasal drip) -Hidung tumpat -Nyeri pada lokasi sinus yang dikenai -Nyeri alih -Gejala klinik sinusitis maksila akut: *Nyeri pada kelopak mata bawah & gigi *Nyeri alih: dahi & depan telinga >Diagnosis -The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat kriteria mayor dan minor untuk mendiagnosa rinosinusitis. -Rinosinusitis didiagnosa apabila dijumpai dua atau lebih kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua atau lebih kriteria minor. Gejala-gejalanya adalah: *Gejala Mayor : -*Obstruksi hidung -*Sekret pada daerah hidung/ sekret belakang hidung yang sering disebut PND (Postnasal drip) -*Kongesti pada daerah wajah -*Nyeri /rasa tertekan pada wajah -*Kelainan penciuman(Hiposmia / anosmia) -*Demam (hanya pada akut) *Gejala Minor: -*Sakit kepala -*Sakit/ rasa penuh pada telinga -*Halitosis/ nafas berbau -*Sakit gigi -*Batuk dan iritabilitas -*Demam (semua nonakut) -*Lemah >Pemeriksaan: a. Rinoskopi anterior Rinoskopi anterior merupakan alat dasar untuk pemeriksaan fisik yang paling spesifik yang berkaitan dengan keadaan patologis pada daerah sinonasal. b. Pemeriksaan mikrobiologi Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. C. Foto polos kavitas nasal dan sinus paranasal Rinosinusitis menunjukkan gambaran berupa : 1. Penebalan mukosa, 2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi) 3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters. >Terapi: -Antibiotik -Terapi tambahan  *obat dekongestan oral + topikal, *mukolitik untuk memperlancar drainase *analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri *Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal >Komplikasi: 1. Kelainan pada orbita -Pembengkakan orbita -Infeksi isi orbita 2. Kelainan intrakranial -Meningitis akut  infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan -Abses otak  setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. 4. FARINGITIS -Peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya. -Jarang terjadi infeksi lokal pada faring atau tonsil saja  pengertian secara luas mencakup tonsillitis, nasofaringitis dan tonsilofaringitis. >Latar belakang: -Paling banyak didapatkan pada anak-anak -Gambaran klinis bervariasi (ringan, sembuh sendiri sampai menimbulkan gejala sisa berat meningitis, demam rematik, gromerulonefritis akut) -Insidens meningkat sesuai dengan bertambahnya umur (puncak usia 4-7 th) -Insiden dipengaruhi oleh perubahan musim >Gejala Klinis: •Faringitis streptokokus grup A : nyeri tenggorok, disfagia, eksudat tonsil/faring, demam (diatas 38oC ), pembesaran kelenjar leher anterior, tidak ada batuk. •Faringitis karena virus : rhinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis. Pada beberapa kasus disertai diare, ulkus di palatum mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil yang sulit dibedakan dengan eksudat karena faringitis streptokokus. >Penatalaksanaan: -Istirahat cukup -Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup -Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar untuk mengurangi nyeri tenggorok -Pemberian antipiretik, dianjurkan parasetamol atau ibuprofen -Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis karena bakteri (streptokokus) 5.LARINGITIS -Laringitis didefinisikan sebagai proses inflamasi yang melibatkan laring dan dapat disebabkan oleh berbagai proses baik infeksi maupun non-infeksi. -Dalam proses peradangannya laringitis sering melibatkan saluran pernafasan dibawahnya yaitu trakea dan bronkus. Bila peradangan melibatkan laring dan trakea maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeitis, dan bila peradangan sampai ke bronkus maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeobronkitis. -Etiologi dari laringitis akut yaitu penggunaan suara berlebihan, gastro esophago reflux disease (GERD), polusi lingkungan, terpapar dengan bahan berbahaya, atau bahan infeksius yang membawa kepada infeksi saluran nafas atas. Bahan infeksius tersebut lebih sering virus tetapi dapat juga bakterial. >Patofisiologi: -Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang berlangsung kurang dari 3 minggu. -Parainfluenza virus (penyebab terbanyak) masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN)  pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trakea dibawah pita suara. -Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah. Daerah glotis dan subglotis pada bayi normalnya sempit, dan pengecilan sedikit saja dari diameternya akan berakibat peningkatan hambatan saluran nafas yang besar dan penurunan aliran udara. Seiring dengan membesarnya diameter saluran nafas sesuai dengan pertumbuhan maka akibat dari penyempitan saluran nafas akan berkurang. -Sumbatan aliran udara pada saluran nafas atas akan berakibat terjadinya stridor dan kesulitan bernafas yang akan menuju pada hipoksia ketika sumbatan yang terjadi berat. Hipoksia dengan sumbatan yang ringan menandakan keterlibatan saluran nafas bawah dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi akibat sumbatan dari saluran nafas bawah atau infeksi parenkim paru atau bahkan adanya cairan >Gejala Klinik: -suara yang serak, yang disertai dengan puncak suara (vocal pitch) yang berkurang atau tidak ada suara (aphonia), -batuk menggonggong, -dan stridor inspirasi. -Dapat terjadi juga demam sampai 39-40 -sesak nafas ringan -Gejala tersebut sering disertai dengan gejala-gejala seperti pilek, hidung tersumbat, batuk dan sakit menelan >Terapi: -pasien dengan laringitis harus ditangani dengan tenang dan dengan sikap yang menentramkan hati, karena emosi atau marah akan memperburuk keadaan distress pernafasan anak. -Kebanyakan pasien mengalami hipoksemia, sehingga oksigenisasi harus dilakukan dan diberikan oksigen yang dilembabkan  Nebulasi -Pemberian antibiotik tidak disarankan kecuali hasil kultur menunjukkan adanya streptococcus, dimana penicillin adalah obat pilihannya 6. EPISTAKSIS -Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring. -Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri. -Epistaksis posterior -Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri -sfenopalatina dan arteri etmoid posterior. -Pendarahan biasanya hebat dan jarang -berhenti dengan sendirinya. Sering -ditemukan pada pasien dengan hipertensi, -arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit -kardiovaskuler. >Berdasarkan lokasi terdiri atas: -Epistaksis anterior -Merupakan jenis epistaksis yang paling -sering dijumpai terutama pada anak-anak -dan biasanya dapat berhenti sendiri.2 -Perdarahan pada lokasi ini bersumber -dari pleksus Kiesselbach (little area), yaitu -anastomosis dari beberapa pembuluh darah -di septum bagian anterior tepat di ujung -postero superior vestibulum nasi. >Patofisiologi: -Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan lanjut, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darahtunika media menjadi jaringan kolagen. -Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. -Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. -Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. -Kelemahan dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma >Etiologi: -Trauma ringan (misalnya mengeluarkan ingus dengan kuat, bersin, mengorek hidung) atau akibat trauma yang hebat seperti kecelakaan lalulintas. -Iritasi gas yang merangsang, benda asing dan trauma pada pembedahan. -Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik seperti lupus, sifilis dan lepra dapat juga menimbulkan epistaksis. -Epistaksis berat dapat terjadi pada tumor seperti hemangioma, karsinoma dan angiofibroma. -Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang dijumpai pada arterioskelerosis sering menyebabkan epistaksis hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik. -Gangguan endokrin pada wanita hamil dan menopause -Kelainan darah pada hemofilia dan leukemia serta infeksi sistemik pada demam berdarah, tifoid dan morbili sering juga menyebabkan epistaksis. -Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah Rendu-Osler- Weber disease. -Disamping itu epistaksis dapat terjadi pada penyelam yang merupakan akibat perubahan tekanan atmosfer. >Penatalaksanaan: Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : -Menghentikan perdarahan -Mencegah komplikasi -Mencegah berulangnya epistaksis

Patofisiologi MATA

PATOFISIOLOGI PENYAKIT MATA 1. KONJUNGTIVITIS Konjungtivitis merujuk pada peradangan selaput mata (conjunctiva), lapisan terluar mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. >Macam-macam: A. Konjungtivitis Gonokokal -Bayi baru lahir bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal. -Orang dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis gonokokal melalui hubungan seksual (misalnya jika sperma yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. -Dalam waktu 12-48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik. B. Konjungtivitis Vernalis -Konjungtivitis vernalis adalah salah satu bentuk dari konjungtivitis yang disebabkan oleh faktor alergi, disamping juga dipengaruhi oleh faktor, yakni; iklim, usia, dan jenis kelamin.penyakit ini biasanya mengenai pasien muda antara 3-25 tahun. -Pada laki-laki biasanya dimulai pada usia dibawah 10 tahun. -Pada umumnya penderita konjungtivitis vernalis mengeluh gatal, mata merah, dan mengeluarkan sekret atau kotoran. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih. >Gejala: -Mata terasa kasar dan gatal, merah dan mungkin berair. Kelopak mata mungkin menempel sewaktu bangun tidur. Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih. -Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena alergi. -Gejala lainnya adalah: -mata berair-mata terasa nyeri-mata terasa gatal-pandangan kabur-peka terhadap cahaya-terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari. >Masa Inkubasi: Waktu terekspos sampai kena penyakit 1-3 hari. >Pencegahan: -Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya dengan bersih. -Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit. -Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya. -Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya 2. CHALAZION -Kalazion disebut juga meibomian gland lipogranuloma, yaitu kista di kelopak mata disebabkan oleh inflamasi akibat adanya pembuntuan dari kelenjar meibom, biasanya terjadi di kelopak mata bagian atas. -Kalazia berbeda dengan Hordeolum  subacute dan biasanya berupa nodul yang tidak sakit, biasanya di dalam kelopak mata. -Kalazion  pembesaran nodulnya lambat, disebabkan karena inflamasi dan obstruksi dari kelenjar sebasea. -Jika Kalazia terjadi secara berulang maka perlu dievaluasi sebagai keganasan. >Patofisiologi: Terjadi karena adanya pembuntuan dari kelenjar meibom dan sebasea sehingga terjadi akumulasi sekresi  reaksi jaringan granulasi dan inflamasi kronik  edema, membesar, tidak begitu sakit, akut dibanding Hordeolum. >Pemeriksaan Fisik: -Pembengkakan kelopak mata, terdapat nodul, tidak merah, tidak fluktuatif, tidak nyeri, tidak tahan terhadap cahaya. -Di dalam kelopak mata terdapat gambaran nodul diameter ± 7-8 mm. -Konjungtiva kadang kemerahan. >Penyebab -Pembuntuan disebabkan karena: *Higiene kelopak mata yang buruk *Seborrhea *Acne rosacea *Chronic blepharitis (peradangan pada kelopak mata, biasanya pada folikel rambut dari bulu mata) *Konsentrasi lemak darah yang tinggi (pembuntuan kelenjar sebasea) *Leishmaniasis *TB *Immunodeficiency *Viral infection *Carcinoma 3. HORDEOLUM -Hordeolum adalah infeksi atau inflamasi dari tepi kelopak mata melibatkan folikel bulu mata (hordeolum eksterna) atau melibatkan kelenjar meibom(hordeolum internal). -Gejala: nyeri, kemerahan dan terlokalisasi  edema dari kelopak mata. -Pada hordeolum eksternal: purulen, hordeolum internal: supuratif >Patofisiologi: -Karena infeksi Staphylococcus aureus (pada 90-95% kasus). -An external hordeolum arises from a blockage and infection of Zeiss or Moll sebaceous glands. An internal hordeolum is a secondary infection of meibomian glands in the tarsal plate. Both types can arise as a secondary complication of blepharitis. -Untreated, the disease may spontaneously resolve or it may progress to chronic granulation with formation of a painless mass known as a chalazion. Chalazia can be quite large and can cause visual disturbance by deforming the cornea. -Generalized cellulitis of the eyelid may occur if an internal hordeolum is untreated. -Most morbidity is secondary to improper drainage. Proper technique and drainage precautions are described in Treatment. -Patients usually complain of a localized painful swelling on one eyelid. -In some cases, the complaint may start as a generalized edema and erythema of the lid that later becomes localized. -A history of similar problems is common. -Constitutional signs and symptoms are inconsistent with a hordeolum diagnosis. In extreme cases, the infection can spread to involve the entire lid and even the periorbital tissues. Such cases do not respond to normal hordeolum management and must be managed as periorbital cellulitis. >Pemeriksaan Fisik: -Completely examine the area around the orbit, the eye, and the conjunctival surface. Carefully inspect the underside of the eyelid to avoid missing an internal hordeolum. -Examination reveals a localized tender area of swelling with a pointing eruption either on the internal or on the external side of eyelid. See the images below. -Occasionally, the hordeolum points on both sides. -Infection of conjunctiva is a common secondary finding. -Examination of preauricular nodes can help to identify spread of the disease beyond a simple hordeolum. Nodes should not be swollen in patients with a simple hordeolum. -No intraocular pathology should be found. -Presence of fever or distant nodes indicates systemic disease. >Causes: -Staphylococcal organisms are the most common causes of eyelid infections, but other organisms may be involved. -Hordeola are found more frequently in persons who have the following: Diabetes -Other debilitating illness -Chronic blepharitis -Seborrhea -High serum lipids (High lipid levels increase the blockage rate of sebaceous glands, but lowering of serum lipid levels in these patients has not decreased frequency of recurrence.) 4. KERATITIS Keratitis is a condition in which the eye's cornea, the front part of the eye, becomes inflamed. The condition is often marked by moderate to intense pain and usually involves impaired eyesight. May cause feelings of scratching each time individual blinks eye >Causes: Keratitis has multiple causes, one of which is an infection of a present or previous herpes simplex virus secondary to an upper respiratory infection, involving cold sores. >Pathogens -Amoebic keratitis. Amoebic infection of the cornea is the most serious corneal infection, usually affecting contact lens wearers.[2] It is usually caused by Acanthamoeba. On May 25, 2007, the CDC issued a health advisory due to increased risk of Acanthamoeba keratitis (AK) associated with use of Advanced Medical Optics (AMO) Complete Moisture Plus Multi-Purpose eye solution.[3] -Bacterial keratitis. Bacterial infection of the cornea can follow from an injury or from wearing contact lenses. The bacteria involved are Staphylococcus aureus and for contact lens wearers, Pseudomonas aeruginosa. Pseudomonas aeruginosa contains enzymes that can digest the cornea.[4] -Fungal keratitis (cf. Fusarium, causing recent incidences of keratitis through the possible vector of Bausch & Lomb ReNu with MoistureLoc contact lens solution) -Viral keratitis -Herpes simplex keratitis (dendritic keratitis). Viral infection of the cornea is often caused by the herpes simplex virus which frequently leaves what is called a 'dendritic ulcer'. -Herpes zoster keratitis -Onchocercal keratitis, which follows O. volvulus infection by infected blackfly bite. These blackfly usually dwell near fast-flowing African streams, so the disease is also called "river blindness".[5] Other -Exposure keratitis — due to dryness of the cornea caused by incomplete or inadequate eye-lid closure. -Photokeratitis — keratitis due to intense ultraviolet radiation exposure (e.g. snow blindness or welder's arc eye.) -Ulcerative keratitis -Contact lens acute red eye (CLARE) — a non-ulcerative sterile keratitis associated with colonization of Gram-negative bacteria on contact lenses. -Severe allergic response may lead to corneal inflammation and ulceration (i.e. vernal keratoconjunctivitis).[6] -Feline eosinophilic keratitis — affecting cats and horses; possibly initiated by feline herpesvirus 1 or other viral infection.[7] 5. GLAUKOMA -Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. -Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati. >Faktor risiko: -Glaukoma bisa menyerang siapa saja. Deteksi dan penanganan dini adalah jalan satu-satunya untuk menghindari kerusakan penglihatan serius akibat glaukoma. Bagi Anda yang berisiko tinggi disarankan untuk memeriksakan mata Anda secara teratur sejak usia 35 tahun. -Faktor risiko: *Riwayat glaukoma di dalam keluarga. *Tekanan bola mata tinggi *Miopia (rabun jauh) *Diabetes (kencing manis) *Hipertensi (tekanan darah tinggi) *Migrain atau penyempitan pembuluh darah otak (sirkulasi buruk) *Kecelakaan/operasi pada mata sebelumnya *Menggunakan steroid (cortisone) dalam jangka waktu lama *Lebih dari 45 tahun >Jenis-jenis glaukoma: -Glaukoma Sudut-Terbuka Primer (Primary Open-Angle Glaucoma) Glaukoma Sudut-Terbuka Primer adalah tipe yang yang paling umum dijumpai. Glaukoma jenis ini bersifat turunan, sehingga risiko tinggi bila ada riwayat dalam keluarga. Biasanya terjadi pada usia dewasa dan berkembang perlahan-lahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Seringkali tidak ada gejala sampai terjadi kerusakan berat dari syaraf optik dan penglihatan terpengaruh secara permanen. :Pemeriksaan mata teratur sangatlah penting untuk deteksi dan penanganan dini. Glaukoma Sudut-Terbuka Primer biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup untuk menurunkan tekanan dalam mata dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Glaukoma Sudut-Tertutup Akut (Acute Angle-Closure Glaucoma) -Glaukoma Sudut-Tertutup Akut lebih sering ditemukan karena keluhannya yang mengganggu. Gejalanya adalah sakit mata hebat, pandangan kabur dan terlihat warna-warna di sekeliling cahaya. Beberapa pasien bahkan mual dan muntah-muntah. Glaukoma Sudut-Tertutup Akut termasuk yang sangat serius dan dapat mengakibatkan kebutaan dalam waktu yang singkat. Bila Anda merasakan gejala-gejala tersebut segera hubungi dokter spesialis mata Anda. -Glaukoma Sekunder (Secondary Glaukoma) Glaukoma Sekunder disebabkan oleh kondisi lain seperti katarak, diabetes, trauma, arthritis maupun operasi mata sebelumnya. Obat tetes mata atau tablet yang mengandung steroid juga dapat meningkatkan tekanan pada mata. Karena itu tekanan pada mata harus diukur teratur bila sedang menggunakan obat-obatan tersebut Glaukoma Kongenital (Congenital Glaukoma) -Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair dan berkabut dan peka terhadap cahaya. >Gejala: -Gejala yang dirasakan pertama kali antara lain : bila memandang lampu neon/sumber cahaya maka akan timbul warna pelangi di sekitar neon tersebut, mata terasa sakit karena posisi mata dalam keadaan membengkak, penglihatan yang tadinya kabur lama kelamaan akan kembali normal, rasa ingin mengedip terus-menerus dengan menekan kedipan berlebihan. -Hal inilah yang membuat para penderita glaukoma tidak menyadari bahwa ia sudah menderita penyakit mata yang kronis. -Penyakit mata glaukoma ini dapat diderita kedua mata dari si penderita dan jalan satu-satunya untuk mengatasi penyakit ini adalah dengan operasi. 6. PENYAKIT MATA LAIN -Miopi Miopi yakni seseorang yang tidak dapat melihat benda yang berjarak jauh. Biasanya terjadi pada pelajar dapat dibantu dengan kacamata berlensa cekung. -Hipermetropi yaitu seseroang yang tidak dapat melihat benda yang berjarak dekat dari mata. Dapat dibantu dengan kacamata berlensa cembung. -Presbiopi Presbiopi adalah seseorang yang tidak dapat melihat benda yang berjarak dekat maupun berjarak jauh.Dapat dibantu dengan kacamata berlensa rangkap. Biasa terjadi pada lansia. -Astigmatis = ketidakaturan lengkung - lengkung permukaan bias mata yang berakibat cahaya tidak fokus pada satu titik retina(bintik kuning). Dapat dibantu dengan kacamata slinder/Operasi refraktif. -Rabun senja Rabun senja adalah penyakit mata yang disebabkan karena mata kekurangan vitamin A. Penderita biasanya tidak bisa melihat pada saat sore hari saja. -Trakoma (menular) Infeksi pada mata yang disebabkan bakteri Chlamydia trachomatis yang berkembang biak di lingkungan kotor atau bersanitasi buruk serta bisa menular. Penyakit ini sering menyerang anak-anak, khususnya di negara berkembang. Memiliki gejala : mata memerah, mengeluarkan kotoran, pembengkakan kelopak mata dan kelenjar getah bening dan kornea terlihat keruh. -Blefaritis *Peradangan yang terjadi pada kelopak mata akibat produksi minyak berlebihan dan berasal dari lapisan mata. Gejala: mata merah, panas, nyeri, gatal, berarti, terdapat luka di bagian kelopak mata dan membengkak, bahkan rontoknya bulu mata. *Dakrosistitis *Penyakit mata yang disebabkan penyumbatan pada duktus nasolakrimalis (saluran yang mengalirkan air mata ke hidung). Penyumbatan disebabkan alergi sehingga menyebabkan infeksi di sekitar kantung air mata yang menimbulkan nyeri, warna merah dan bengkak, bisa mengeluarkan nanah dan mengalami demam. -Ulkus Kornea (UK) *Infeksi pada kornea bagian luar dan biasanya terjadi akibat jamur, virus, protozoa, atau beberapa jenis bakteri seperti stafilokokus, pseudomonas atau pneumokukus. Awalnya bisa karena kelilipan atau tertusuk benda asing. Penyakit ini bisa terjadi di seluruh permukaan kornea sampai bagian dalam dan belakang kornea. Ketika penyakit ini memburuk dapat menyebabkan komplikasi infeksi di bagian kornea yang lebih dalam, perforasi kornea (terjadi lubang), kelainan letak iris (Selaput pelangi) dan kerusakan mata. Memiliki gejala mata merah, gatal, berair, nyeri, muncul kotoran mata, peka pada cahaya, terdapat bintik nanah warna kuning keputihan pada bagian kornea, dan gangguan penglihatan. *Penanganan: Perlu melakukan pemeriksaan seperti tes refraksi, tes air mata, pengukuran kornea,dan tes respons refleks pupil. UK tingkat ringan dapat ditangani dengan tetes mata mengandung antibiotika, antivirus atau antijamur. Jika berat mungkin memerlukan pembedahan untuk pencangkokan kornea. 7. KATARAK -Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya, bervariasi sesuai tingkatannya dari sedikit sampai keburaman total dan menghalangi jalan cahaya. dalam perkembangan katarak yang terkait dengan usia penderita dapat menyebabkan penguatan lensa, menyebabkan penderita menderita miopi, menguning secara bertahap dan keburaman lensa dapat mengurangi persepsi akan warna biru. Katarak biasanya berlangsung perlahan-lahan menyebabkan kehilangan penglihatan dan berpotensi membutakan jika tidak diobati. Kondisi ini biasanya memengaruhi kedua mata, tapi hampir selalu satu mata dipengaruhi lebih awal dari yang lain. -Sebuah katarak senilis, yang terjadi pada usia lanjut, pertama kali akan terjadi keburaman dalam lensa, kemudian pembengkakan lensa dan penyusutan akhir dengan kehilangan transparasi seluruhnya. Selain itu, seiring waktu lapisan luar katarak akan mencair dan membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan peradangan berat jika pecah kapsul lensa dan terjadi kebocoran. bila tidak diobati, katarak dapat menyebabkan glaukoma. >Gejala: -Penderita katarak akan mengalami pengelihatan yang buram, ketajaman pengelihatan berkurang, sensitivitas kontras juga hilang, sehingga kontur, warna bayangan dan visi kurang jelas karena cahaya tersebar oleh katarak ke mata. Tes sensitivitas kontras harus dilakukan dan jika kekurangan sensitivitas kontras terlihat makan dianjurkan untuk konsultasi dengan spesialis mata. -Di dunia berkembang, khususnya di kelompok berisiko tinggi seperti penderita diabetes, disarankan untuk mencari konsultasi medis jika 'halo' yang terjadi disekitar lampu jalan di malam hari, terutama jika fenomena ini tampak hanya dengan satu mata. -Gejala-gejala katarak sangat mirip dengan gejala citrosis mata. >Penyebab: -lampu celah foto pemburaman kapsuler anterior terlihat beberapa bulan setelah implantasi lensa intraokular di mata, gambar diperbesar -Katarak berkembang karena berbagai sebab, seperti kontak dalam waktu lama dengan cahaya ultra violet, radiasi, efek sekunder dari penyakit seperti diabetes dan hipertensi, usia lanjut, atau trauma(dapat terjadi lebih awal), mereka biasanya akibat denaturasi dari lensa protein. faktor-faktor genetik sering menjadi penyebab katarak kongenital dan sejarah keluarga yang positif juga mungkin berperan dalam predisposisi seseorang untuk katarak pada usia lebih dini, fenomena "antisipasi" dalam katarak pra-senilis. -Katarak juga dapat diakibatkan oleh cedera pada mata atau trauma fisik. Sebuah studi menunjukan katarak berkembang di antara pilot-pilot pesawat komersial tiga kali lebih besar dari pada orang-orang dengan pekerjaan selain pilot. Hal ini diduga disebabkan oleh radiasi berlebihan yang berasal dari luar angkasa. Katarak juga biasanya sering terjadi pada orang yang terkena radiasi inframerah, seperti para tukang (meniup)kaca yang menderita "sindrom Pengelupasan". Eksposur terhadap radiasi gelombang mikro juga dapat menyebabkan katarak. Kondisi atopik atau alergi yang juga dikenal untuk mempercepat perkembangan katarak, terutama pada anak-anak. -Katarak dapat terjadi hanya sebagian atau penuh seluruhnya, stasioner atau progresif, keras atau lembut. -Beberapa obat dapat menginduksi perkembangan katarak, seperti kortikosteron dan Seroquel.