cursor

Rabu, 13 November 2013

PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

(Macam-macam penyakit) 1. Rinitis 2. Polip hidung 3. Sinusitis 4. Faringitis 5. Laringitis 6. Epistaksis 1. Rhinitis -Rhinitis adalah inflamasi dari mukosa membran hidung. -Rhinitis adalah gangguan hidung dengan ciri 1 atau lebih gejala: bersin, gatal di hidung, hidung keluar ingus, dan hidung tersumbat. -Rhinitis dapat disebabkan oleh alergi, non-alergi, infeksi, hormonal, pekerjaan, dan faktor lain. -Terbanyak adalah Rhinitis Alergi. >RINITIS ALERGI: Rinitis alergi adalah radang selaput lendir hidung yang disebabkan proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh reaksi hipersensitifitas/alergi tipe I, dengan gejala hidung gatal, bersin-bersin, rinore encer dan hidung tersumbat yang reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan >Patogenesis: -Mukosa saluran nafas selalu terpapar oleh bermacam alergen yang terbawa oleh udara nafas. -Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. -Pada penderita yang mempunyai bakat alergi, alergen yang terbawa udara nafas akan menyebabkan sensitisasi mukosa respirasi. -Akibat sensitisasi ini, apabila terjadi paparan berikutnya akan menimbulkan gejala alergi. >Tahap Sensitisasi: Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. >Tahap Alergi: -Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf hidung sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. -Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. -Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. -Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. -Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. -Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. -Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. -Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. >Gejala Klinis: -Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang (> 5 kali). -Keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). -Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. -Hidung: mukosa hidung berwarna kebiruan,lubang hidung bengkak, disertai sekret mukoid atau cair. -Mata: edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata ( -Telinga: retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. -Faringeal: faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. -Laringeal: suara serak dan edema pita suara -Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. -Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur. >Diagnosis: -Anamnesis Dari gejala pasien -Pemeriksaan Fisik *Pada muka didapatkan bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. *Selain itu, dapat ditemukan juga garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan *Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. *Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. *Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media. -Pemeriksaan Penunjang a. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi. Pemeriksaan IgE total Pemeriksaan sitologi hidung  sebagai pemeriksaan pelengkap. b. In vivo Alergen inhalan: pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan. >Komplikasi: -Polip hidung -Sinusitis paranasal 2. POLIP HIDUNG -Massa lunak-putih atau kebiruan dalam rongga hidung, bertangkai dan tersusun seperti anggur -Umumnya multipel dan bilateral mengakibatkan sumbatan pada hidung -Sering dari sinus etmoid (multipel) -Terutama pada dewasa (pada anak jarang terjadi) >Etiologi: -Karena reaksi hipersensitifitas/alergi hidung yang kronis -Infeksi >Patofisiologi: -Mukosa bengkak (terutama meatus media) -Kemudian stroma terisi cairan interseluler  mukosa yang bengkak menjadi polipoid -Mukosa menjadi berat lalu turun ke rongga hidung membentuk tangkai terbentuk polip -Polip serous: cairan > jaringan ikat -Polip fibrous: jaringan ikat > cairan -Miskin pembuluh darah, saraf dan kelenjar -Bersifat residif alergi >Gejala Klinik: -Hidung tersumbat -Dapat terjadi hiposmia atau anosmia -Terdapat sekret: cair/mukous/purulen -Dapat menutup ostium sinus paranasalis sehingga dapat menyebabkan sinusitis  keluhan sakit kepala dan hidung meler -Bila penyebab alergi  keluhan: bersin dan iritasi hidung >Pemeriksaan Fisik: -Rinoskopi anterior *Massa polip, bertangkai, putih kebiruan pada meatus/konka media *Bergerak bebas pada tangkainya *Multipel dan bilateral *Pada yang kronis, punggung hidung melebar  frog nose (hidung kodok) -Rinoskopi posterior  polip + >Terapi: -Ekstraksi polip (polipektomi) dengan senar polip -Bila sudah terdapat sinusitis  drainase sinus -Sering kambuh  bila penyebab alergi, perlu terapi penyebab 3. SINUSITIS -Sinusitis adalah radang mukosa sinus para-nasal -Multi sinusitis : peradang beberapa sinus -Hemi sinusitis: peradangan satu sisi sinus -Pan sinusitis : peradangan semua sinus -Sinus para-nasal(Rongga dalam tulang kepala berisi udara) -Terdiri dari: • Sinus maksila • Sinus frontal • Sinus etmoid • Sinus sfenoid • Sinusitis rinogen (85%) • Sinusitis dentogen (15%) >Sinusitis akut: -Etiologi: Rinitis akut -Faringitis, adenoiditis & tonsilitis -Karies dentis -Berenang / menyelam -Trauma -Barotrauma >Faktor predisposisi: -Obstruksi mekanis: Septum deviasi, korpus alienum & tumor -Obstruksi ostium : Rinitis kronis & rinitis alergi -Perubahan mukosa dan silia: polusi, udara dingin dan kering >Patofisiologi: -Bila terinfeksi: sinus mengalami oedem  mukosa yang berhadapan akan saling bertemu  menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. -Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous. -Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. -Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. -Apabila keadaan ini terus berlanjut  menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. >Gejala klinik: -Demam, sakit kepala -Ingus kental (bau), dahak (post nasal drip) -Hidung tumpat -Nyeri pada lokasi sinus yang dikenai -Nyeri alih -Gejala klinik sinusitis maksila akut: *Nyeri pada kelopak mata bawah & gigi *Nyeri alih: dahi & depan telinga >Diagnosis -The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat kriteria mayor dan minor untuk mendiagnosa rinosinusitis. -Rinosinusitis didiagnosa apabila dijumpai dua atau lebih kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua atau lebih kriteria minor. Gejala-gejalanya adalah: *Gejala Mayor : -*Obstruksi hidung -*Sekret pada daerah hidung/ sekret belakang hidung yang sering disebut PND (Postnasal drip) -*Kongesti pada daerah wajah -*Nyeri /rasa tertekan pada wajah -*Kelainan penciuman(Hiposmia / anosmia) -*Demam (hanya pada akut) *Gejala Minor: -*Sakit kepala -*Sakit/ rasa penuh pada telinga -*Halitosis/ nafas berbau -*Sakit gigi -*Batuk dan iritabilitas -*Demam (semua nonakut) -*Lemah >Pemeriksaan: a. Rinoskopi anterior Rinoskopi anterior merupakan alat dasar untuk pemeriksaan fisik yang paling spesifik yang berkaitan dengan keadaan patologis pada daerah sinonasal. b. Pemeriksaan mikrobiologi Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. C. Foto polos kavitas nasal dan sinus paranasal Rinosinusitis menunjukkan gambaran berupa : 1. Penebalan mukosa, 2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi) 3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters. >Terapi: -Antibiotik -Terapi tambahan  *obat dekongestan oral + topikal, *mukolitik untuk memperlancar drainase *analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri *Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal >Komplikasi: 1. Kelainan pada orbita -Pembengkakan orbita -Infeksi isi orbita 2. Kelainan intrakranial -Meningitis akut  infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan -Abses otak  setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. 4. FARINGITIS -Peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya. -Jarang terjadi infeksi lokal pada faring atau tonsil saja  pengertian secara luas mencakup tonsillitis, nasofaringitis dan tonsilofaringitis. >Latar belakang: -Paling banyak didapatkan pada anak-anak -Gambaran klinis bervariasi (ringan, sembuh sendiri sampai menimbulkan gejala sisa berat meningitis, demam rematik, gromerulonefritis akut) -Insidens meningkat sesuai dengan bertambahnya umur (puncak usia 4-7 th) -Insiden dipengaruhi oleh perubahan musim >Gejala Klinis: •Faringitis streptokokus grup A : nyeri tenggorok, disfagia, eksudat tonsil/faring, demam (diatas 38oC ), pembesaran kelenjar leher anterior, tidak ada batuk. •Faringitis karena virus : rhinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis. Pada beberapa kasus disertai diare, ulkus di palatum mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil yang sulit dibedakan dengan eksudat karena faringitis streptokokus. >Penatalaksanaan: -Istirahat cukup -Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup -Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar untuk mengurangi nyeri tenggorok -Pemberian antipiretik, dianjurkan parasetamol atau ibuprofen -Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis karena bakteri (streptokokus) 5.LARINGITIS -Laringitis didefinisikan sebagai proses inflamasi yang melibatkan laring dan dapat disebabkan oleh berbagai proses baik infeksi maupun non-infeksi. -Dalam proses peradangannya laringitis sering melibatkan saluran pernafasan dibawahnya yaitu trakea dan bronkus. Bila peradangan melibatkan laring dan trakea maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeitis, dan bila peradangan sampai ke bronkus maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeobronkitis. -Etiologi dari laringitis akut yaitu penggunaan suara berlebihan, gastro esophago reflux disease (GERD), polusi lingkungan, terpapar dengan bahan berbahaya, atau bahan infeksius yang membawa kepada infeksi saluran nafas atas. Bahan infeksius tersebut lebih sering virus tetapi dapat juga bakterial. >Patofisiologi: -Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang berlangsung kurang dari 3 minggu. -Parainfluenza virus (penyebab terbanyak) masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN)  pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trakea dibawah pita suara. -Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah. Daerah glotis dan subglotis pada bayi normalnya sempit, dan pengecilan sedikit saja dari diameternya akan berakibat peningkatan hambatan saluran nafas yang besar dan penurunan aliran udara. Seiring dengan membesarnya diameter saluran nafas sesuai dengan pertumbuhan maka akibat dari penyempitan saluran nafas akan berkurang. -Sumbatan aliran udara pada saluran nafas atas akan berakibat terjadinya stridor dan kesulitan bernafas yang akan menuju pada hipoksia ketika sumbatan yang terjadi berat. Hipoksia dengan sumbatan yang ringan menandakan keterlibatan saluran nafas bawah dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi akibat sumbatan dari saluran nafas bawah atau infeksi parenkim paru atau bahkan adanya cairan >Gejala Klinik: -suara yang serak, yang disertai dengan puncak suara (vocal pitch) yang berkurang atau tidak ada suara (aphonia), -batuk menggonggong, -dan stridor inspirasi. -Dapat terjadi juga demam sampai 39-40 -sesak nafas ringan -Gejala tersebut sering disertai dengan gejala-gejala seperti pilek, hidung tersumbat, batuk dan sakit menelan >Terapi: -pasien dengan laringitis harus ditangani dengan tenang dan dengan sikap yang menentramkan hati, karena emosi atau marah akan memperburuk keadaan distress pernafasan anak. -Kebanyakan pasien mengalami hipoksemia, sehingga oksigenisasi harus dilakukan dan diberikan oksigen yang dilembabkan  Nebulasi -Pemberian antibiotik tidak disarankan kecuali hasil kultur menunjukkan adanya streptococcus, dimana penicillin adalah obat pilihannya 6. EPISTAKSIS -Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring. -Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri. -Epistaksis posterior -Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri -sfenopalatina dan arteri etmoid posterior. -Pendarahan biasanya hebat dan jarang -berhenti dengan sendirinya. Sering -ditemukan pada pasien dengan hipertensi, -arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit -kardiovaskuler. >Berdasarkan lokasi terdiri atas: -Epistaksis anterior -Merupakan jenis epistaksis yang paling -sering dijumpai terutama pada anak-anak -dan biasanya dapat berhenti sendiri.2 -Perdarahan pada lokasi ini bersumber -dari pleksus Kiesselbach (little area), yaitu -anastomosis dari beberapa pembuluh darah -di septum bagian anterior tepat di ujung -postero superior vestibulum nasi. >Patofisiologi: -Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan lanjut, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darahtunika media menjadi jaringan kolagen. -Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. -Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. -Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. -Kelemahan dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma >Etiologi: -Trauma ringan (misalnya mengeluarkan ingus dengan kuat, bersin, mengorek hidung) atau akibat trauma yang hebat seperti kecelakaan lalulintas. -Iritasi gas yang merangsang, benda asing dan trauma pada pembedahan. -Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik seperti lupus, sifilis dan lepra dapat juga menimbulkan epistaksis. -Epistaksis berat dapat terjadi pada tumor seperti hemangioma, karsinoma dan angiofibroma. -Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang dijumpai pada arterioskelerosis sering menyebabkan epistaksis hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik. -Gangguan endokrin pada wanita hamil dan menopause -Kelainan darah pada hemofilia dan leukemia serta infeksi sistemik pada demam berdarah, tifoid dan morbili sering juga menyebabkan epistaksis. -Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah Rendu-Osler- Weber disease. -Disamping itu epistaksis dapat terjadi pada penyelam yang merupakan akibat perubahan tekanan atmosfer. >Penatalaksanaan: Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : -Menghentikan perdarahan -Mencegah komplikasi -Mencegah berulangnya epistaksis

2 komentar: